Minggu, 27 Mei 2012

Kuliah-Kuliah Moral dalam Nahjul Balghah


PENDAHULUAN
Dewasa ini sering didengar bahwa sekarang telah terjadi krisis yang sangat berbahya yang menyebabkan kekacauan, yaitu krisis moral. Berbicara krisis moral yang ditunjuk ialah orang yang tidak mengenyam pendidikan, Tetapi pada realitanya krisis moral banyak terjadi pada mereka-mereka yang mengeyam dunia pendidikan bahkan sampai tingkat pendidikan yang tinggi. Maka dalam pembahasan kali ini akan menyampaikan kuliah-kuliah moral yang ada pada nahjul balaghah.
PEMBAHASAN
 Dalam nahjul balaghah banyak mengupas berbagai masalah, mencakup tauhid, akhlak dan moral yang berciri atas pembangunan misi ilahi.
Khutbah-khutbah imam Ali as di nahjul balaghah yang disampaikan secara jelas yang dianggap mempunyai sumber al quran dan nabi Muhammad Saaw.
Adapun nilai-nilai kuliah moral yang dapat diambil dari nahjul balaghah adalah sebagai berikut:
1.      Taqwa
Di dalam nahjul balaghah sering muncul yang tiada di buku lain istilah spiritual seperti ini, bahkan dalam nahjul balaghah sendiri tema taqwa inilah yang mendapat perhatian dan tekanan.
Taqwa sering kali diartikan kesalehan dan pantangan diri dan dengan demikian mengimplikasikan sikap negatif.  Dengan kata lain, dipercayai bahwa semakin tinggi pemantangan diri, penghindaran diri, dan penolakan diri maka semakin sempurna tingkat ketaqwaan seseorang. Pantangan dan perhatian yang dilakukan dengan penuh kecermatan merupakan prinsip penting seluruh aspek kehidupan. Karena, untuk megarah kepada kehidupan yang sehat, manusia dipaksa untuk menolak dan membenarkan, menyangkal dan membayangkan, memberi dan menerima,  menghindar dan menyambut berbagai hal. Melalui penolakan dan penyangkalan kehidupan positif dapat terelealisasikan melalui penolakan dan penyangkalan konsentrasi bisa diwujudkan.
Disisi lain taqwa dalam nahjul balaghah merupakan kekuatan ruhani yang tampil sebagai hasil latihan dan praktik yang tunak. Bentuk berpantang diri yang sehat dan rasional merupakan sebab-sebab persiapan bagi munculnya kekuatan ruhani, dan berpantang diri merupakan efek dan akibatnya juga.  Kekuatan ini memperkuat jiwa seseorang dan memberinya kekebalan. Ketika seorang tidak mempunyai kekuatan untuk menolak maka ia harus menghindar dari keramaian untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan dosa.
Akan tetapi jika kekuatan taqwa ditanamkan pada jiwa seseorang maka tak perlu baginya menghindar dengan mengasingkan diri dari lingkungannnya, ia bisa menjaga dirinya tetap suci dan bersih tanpa memutuskan hubungannya dengan manusia.
Nahjul balghah sangat menekankan taqwa sebagai jenis jaminan dan kekebalan terhadap maksiat, seyogyanya diperhatikan bahwa orang mestinya tak lalai untuk melindungi taqwa. Taqwa melindungi manusia dan manusia harus melindungi taqwanya.

2.      Kezuhudan dan kesalehan
Setelah taqwa tema yang sering muncul ialah zuhud. Zuhud berarti pemantangan atas dunia. Kata zuhud dan raghbah (keinginan dan harapan), jika disebutkan tanpa rujukan kepada objek-objeknya, berlawanan satu sama lain. Zuhud artinya ketidak pedulian dan penghindaran, sedangkan raghbah berarti harapan kecenderungan, dan keinginan.
Ketidakpedulian bisa terbagi atas dua jenis: pola instinktinf dan pola didikan. Pertama, ketidak pedulian yng  bersifat istinktif ialah ketidak pedulian terhadap sesuatu karena tidak memiliki keinginan apapun terhadap suatu hal. Kedua, ketidak pedulian yang bersifat spiritual dan intelektual,yaitu segala sesuatu objek keinginan alamiah yang tidak dianggap sebagai tujuan dan sasaran oleh manusia selama perjuangannya demi kesempurnaan dan kebahagiaan. Sasaran dan tujuan puncaknya ialah berupa sesuatu diatas tujuan-tujuan biasa dan kenikmatan sensual.
Zuhud dalam khutbah imam Ali ke 81:
“wahai manusia !!!zuhud artinya membatasi harapan-harapan, bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya, dan mencegah diri dari yang telah Dia larang”
·      Zahid dan Rahib
Islam menentang kerahiban dan menganggapnya sebagai suatu bid’ah, dan berasal dari pendeta dan rahib Kristen. Nabi Muhammad Saaw bersabda:
“tidak ada kerahiban dalam islam”.
Nabi memberi peringatan kepada mereka bahwa islam adalah agama kehidupan dan masyarakat bukan kepercayaan monastik. Kezuhudan islam berbeda dengan askestisme dan monastisme Kristen. Askestisme adalah mengucilkan diri dari masyarakat dan masyarakat untuk beribadah. Rahib menghindari hidup berbaur di masyarakat dan mengingkari tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang menyertainya, yang menurut mereka nilainya rendah dan hanya sarana lahiriah dari eksistensi duniawi, dan berlindung di gunung-gunung atau yang disebut dengan bertapa.
Dalam pandangan rahib dunia dan akhirat adalah kehidupan yang berbeda sedangkan dalam dunia zahid dunia dan akhirat saling terkait, dunia adalah ladang akhirat. Konsep zuhud sang zahid berlawanan dengan kerahiban dengan landasan askestisme. Pada dasarnya, kerahiban merupakan penyimpangan manusia yang dimasukkan oleh manusia ke dalam ajaran-ajaran para nabi, karena kebodohan atau kepentingan-kepentingan pribadi.
Zuhud mempunyai beberapa unsur, diantaranya Unsur-unsur kezuhudan ialah sebagai berikut:
·      Altruisme
Altruisme atau yang disebut itsar yang berarti mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri dan menanggung penderitaan demi kebahgaiaan dan kebaikan orang lain. Sang Zahid memiliki perasaan yang sensitif, lantaran hidupnya yang sederhana, wajar, dan bahagia, keras untuk dirinya sendiri agar orang lain merasa bahagia dan bisa hidup dengan mudah. Ia hanya bisa menikamati dunia ketika tidak ada satu manusia pun yangditekan oleh kebutuhan. Ia mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi dengan memberi makan dan pakaian kepada orang lain dan bekerja demi kemudahan orang lain dari pada melakukannya untuk dirinya sendiri.
Itsar melambangkan manifestasi yang paling menakjubkan dan sublime dari keluruhan manusia, dan hanya manusia-manusia besar yang sanggup mendaki ke puncaknya.
·      Simpati dan kebaikan
Simpati dan kesediaan berbagi penderitaan orang miskin dan lemah merupakan unsur lain dalam zuhud. Ketika orang miskin menyaksikan kemewahan dan kenyamanan orang-orang kaya, penderetaan mereka semakin bertambah. Simpati dengan sesama dan berbagi penderitaan dengan mereka merupakan salah satu arti penting, khususnya dalam kasus umat yang kepadanya semua pandangan ditetapkan.
·      Zuhud dan kebebasan
Unsur berikutnya ialah cinta kebebasan dan kemandirian. Persatuan antara zuhud dan kebebasan sama primodialnya. Prinsip kebutuhan dan penawaran merupakan tolak ukur kaum oportunis, sementara keterlepasan dari keinginan merupakan ciri dari orang merdeka. Manusia merdeka ialah manusia yang tidak terpukau dengan gemerlapnya dunia, dengan adanya ketabahan hati, tiada beban, tiadanya kekaburan dan bebas dari gerakan. Zahid menerapkan zuhud dan qonaah untuk mengurangi keinginan sampai ketingkat minimum, membebaskan diri dari tawanan kebutuhan, benda-benda, dan orang-orang.  
·      Zuhud, cinta, dan ibadah
Ibadah kepada Allah hakikatnya ialah gairah cinta dan semangat ketundukan dan khidmat di jalan Allah, kehadiran-Nya abadi dalam pikiran dan ingatan. Ia sama sekali tidak sejalan dengan cinta diri, sikap hedonisdan yang ditawan oleh keglamoran dan daya tarik benda-benda materi.
·      Kontradiksi antara dunia dan akhirat
Dunia dan akhirat seakan seperti dua kutub yang terbentang dan saling berlawanan dan saling tarik-menarik. Siapa yang memilih salah satu harus menjahui yang satunya. Siapa yang menggemari dunia dan memilih ikatan-ikatannya, maka secara alami akan membenci akhirat dan tidak menyukai segala sesuatu yang terkait dengannya.
·      Minimum pemasukan dan maksimum pengeluaran
Zuhud dalam islam ialah meminimalkan pemasukan dan memaksimalkan pengeluaran[1]. Yakni menarik sedikit keuntungan material kehidupan disuatu sisi dan menafkahkan sebesar mungkin pengeluaran di sisi lain.
Ciri manusia ialah semakin besar kepuasan seseorang akan kesenangan-kesenangan, kenyamanan hidup, dan kekayaan yang melimpah, makin besar pula kelemahan, kerendahan, sterilitas, dan kekurangan lainnya. Disisi lain berpantang dari kepuasan alami yang lembut dan luar biasa meingkatkan dan menyucikan karakter manusia dan menyegarkan serta memperkuat dua dari seluruh unsur kekuatan tertinggi manusia (pikiran dan kehendak).
Zuhud merupakan sebuah latihan dan displin bagi manusia. Khususnya ia merupakan pendidikan bagi jiwa. Melalui zuhud, jiwa didisiplinknan­­­ dengan mengurangi semua tambahan yang berlebihan, dan sebagai hasilnya cahaya, kepekaan, dan kegesitan, yang dengan enteng membumbung menembus lelangitan nilai-nilai spiritual. Hal ini melukiskan hubungan antara zuhud dan spiritualitas. Orang harus memilih diantara dilema tersebut.

PENUTUP
Dunia dan akhirat seakan sebuah dilema yang sulit untuk dipilih yang keduanya saling tarik menarik. Menaruh cinta pada akhirat harus membenci dunia. Memilih akhirat siap sengsara di perjalanan kehidupan. Maka dalam nahjul balaghah ini memberikan petunjuk bagimana bersikap kepada keduanya.

Daftar pustaka
Muthahari, Murtadha. 2002. Tema-tema Pokok Nahjul Balaghah. Jakarta: Al huda


[1] Akbar Parwarisy

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

assalamualaikum

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda