Kuliah-Kuliah Moral dalam Nahjul Balghah
PENDAHULUAN
Dewasa ini
sering didengar bahwa sekarang telah terjadi krisis yang sangat berbahya yang
menyebabkan kekacauan, yaitu krisis moral. Berbicara krisis moral yang ditunjuk
ialah orang yang tidak mengenyam pendidikan, Tetapi pada realitanya krisis
moral banyak terjadi pada mereka-mereka yang mengeyam dunia pendidikan bahkan
sampai tingkat pendidikan yang tinggi. Maka dalam pembahasan kali ini akan
menyampaikan kuliah-kuliah moral yang ada pada nahjul balaghah.
PEMBAHASAN
Dalam nahjul balaghah banyak mengupas berbagai
masalah, mencakup tauhid, akhlak dan moral yang berciri atas pembangunan misi
ilahi.
Khutbah-khutbah imam Ali as di nahjul balaghah yang disampaikan secara
jelas yang dianggap mempunyai sumber al quran dan nabi Muhammad Saaw.
Adapun
nilai-nilai kuliah moral yang dapat diambil dari nahjul balaghah adalah sebagai
berikut:
1. Taqwa
Di dalam nahjul balaghah sering muncul yang tiada di buku lain istilah
spiritual seperti ini, bahkan dalam nahjul balaghah sendiri tema taqwa inilah yang
mendapat perhatian dan tekanan.
Taqwa sering kali diartikan kesalehan dan pantangan diri dan
dengan demikian mengimplikasikan sikap negatif. Dengan kata lain, dipercayai bahwa semakin
tinggi pemantangan diri, penghindaran diri, dan penolakan diri maka semakin
sempurna tingkat ketaqwaan seseorang. Pantangan dan perhatian yang dilakukan
dengan penuh kecermatan merupakan prinsip penting seluruh aspek kehidupan.
Karena, untuk megarah kepada kehidupan yang sehat, manusia dipaksa untuk
menolak dan membenarkan, menyangkal dan membayangkan, memberi dan menerima, menghindar dan menyambut berbagai hal. Melalui
penolakan dan penyangkalan kehidupan positif dapat terelealisasikan melalui
penolakan dan penyangkalan konsentrasi bisa diwujudkan.
Disisi lain taqwa dalam nahjul balaghah merupakan kekuatan ruhani
yang tampil sebagai hasil latihan dan praktik yang tunak. Bentuk berpantang
diri yang sehat dan rasional merupakan sebab-sebab persiapan bagi munculnya
kekuatan ruhani, dan berpantang diri merupakan efek dan akibatnya juga. Kekuatan ini memperkuat jiwa seseorang dan
memberinya kekebalan. Ketika seorang tidak mempunyai kekuatan untuk menolak
maka ia harus menghindar dari keramaian untuk menghindari hal-hal yang
menyebabkan dosa.
Akan tetapi jika kekuatan taqwa ditanamkan pada jiwa seseorang
maka tak perlu baginya menghindar dengan mengasingkan diri dari lingkungannnya,
ia bisa menjaga dirinya tetap suci dan bersih tanpa memutuskan hubungannya
dengan manusia.
Nahjul balghah sangat menekankan taqwa sebagai jenis jaminan dan
kekebalan terhadap maksiat, seyogyanya diperhatikan bahwa orang mestinya tak
lalai untuk melindungi taqwa. Taqwa melindungi manusia dan manusia harus
melindungi taqwanya.
2. Kezuhudan
dan kesalehan
Setelah
taqwa tema yang sering muncul ialah zuhud. Zuhud berarti pemantangan atas dunia.
Kata zuhud dan raghbah (keinginan dan harapan), jika disebutkan tanpa rujukan
kepada objek-objeknya, berlawanan satu sama lain. Zuhud artinya ketidak
pedulian dan penghindaran, sedangkan raghbah berarti harapan kecenderungan, dan
keinginan.
Ketidakpedulian
bisa terbagi atas dua jenis: pola instinktinf dan pola didikan. Pertama, ketidak
pedulian yng bersifat istinktif ialah
ketidak pedulian terhadap sesuatu karena tidak memiliki keinginan apapun
terhadap suatu hal. Kedua, ketidak pedulian yang bersifat spiritual
dan intelektual,yaitu segala sesuatu objek keinginan alamiah yang tidak
dianggap sebagai tujuan dan sasaran oleh manusia selama perjuangannya demi
kesempurnaan dan kebahagiaan. Sasaran dan tujuan puncaknya ialah berupa
sesuatu diatas tujuan-tujuan biasa dan kenikmatan sensual.
Zuhud dalam
khutbah imam Ali ke 81:
“wahai manusia !!!zuhud artinya membatasi harapan-harapan,
bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya, dan mencegah diri dari
yang telah Dia larang”
· Zahid
dan Rahib
Islam menentang kerahiban dan
menganggapnya sebagai suatu bid’ah, dan berasal dari pendeta dan rahib Kristen.
Nabi Muhammad Saaw bersabda:
“tidak ada kerahiban dalam
islam”.
Nabi memberi
peringatan kepada mereka bahwa islam adalah agama kehidupan dan masyarakat bukan
kepercayaan monastik. Kezuhudan islam berbeda dengan askestisme dan monastisme
Kristen. Askestisme adalah mengucilkan diri dari masyarakat dan masyarakat
untuk beribadah. Rahib menghindari hidup berbaur di masyarakat dan mengingkari
tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang menyertainya, yang menurut mereka
nilainya rendah dan hanya sarana lahiriah dari eksistensi duniawi, dan
berlindung di gunung-gunung atau yang disebut dengan bertapa.
Dalam
pandangan rahib dunia dan akhirat adalah kehidupan yang berbeda sedangkan dalam
dunia zahid dunia dan akhirat saling terkait, dunia adalah ladang akhirat. Konsep
zuhud sang zahid berlawanan dengan kerahiban dengan landasan askestisme. Pada
dasarnya, kerahiban merupakan penyimpangan manusia yang dimasukkan oleh manusia
ke dalam ajaran-ajaran para nabi, karena kebodohan atau kepentingan-kepentingan
pribadi.
Zuhud
mempunyai beberapa unsur, diantaranya Unsur-unsur kezuhudan ialah sebagai
berikut:
· Altruisme
Altruisme
atau yang disebut itsar yang berarti mendahulukan kepentingan orang lain dari
pada kepentingan diri sendiri dan menanggung penderitaan demi kebahgaiaan dan
kebaikan orang lain. Sang Zahid memiliki perasaan yang sensitif, lantaran
hidupnya yang sederhana, wajar, dan bahagia, keras untuk dirinya sendiri agar
orang lain merasa bahagia dan bisa hidup dengan mudah. Ia hanya bisa menikamati
dunia ketika tidak ada satu manusia pun yangditekan oleh kebutuhan. Ia
mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi dengan memberi makan dan pakaian
kepada orang lain dan bekerja demi kemudahan orang lain dari pada melakukannya
untuk dirinya sendiri.
Itsar
melambangkan manifestasi yang paling menakjubkan dan sublime dari keluruhan
manusia, dan hanya manusia-manusia besar yang sanggup mendaki ke puncaknya.
· Simpati
dan kebaikan
Simpati dan kesediaan berbagi
penderitaan orang miskin dan lemah merupakan unsur lain dalam zuhud. Ketika
orang miskin menyaksikan kemewahan dan kenyamanan orang-orang kaya, penderetaan
mereka semakin bertambah. Simpati dengan sesama dan berbagi penderitaan dengan
mereka merupakan salah satu arti penting, khususnya dalam kasus umat yang
kepadanya semua pandangan ditetapkan.
· Zuhud
dan kebebasan
Unsur berikutnya ialah cinta
kebebasan dan kemandirian. Persatuan antara zuhud dan kebebasan sama
primodialnya. Prinsip kebutuhan dan penawaran merupakan tolak ukur kaum
oportunis, sementara keterlepasan dari keinginan merupakan ciri dari orang
merdeka. Manusia merdeka ialah manusia yang tidak terpukau dengan gemerlapnya
dunia, dengan adanya ketabahan hati, tiada beban, tiadanya kekaburan dan bebas
dari gerakan. Zahid menerapkan zuhud dan qonaah untuk mengurangi keinginan
sampai ketingkat minimum, membebaskan diri dari tawanan kebutuhan, benda-benda,
dan orang-orang.
· Zuhud,
cinta, dan ibadah
Ibadah kepada Allah hakikatnya
ialah gairah cinta dan semangat ketundukan dan khidmat di jalan Allah,
kehadiran-Nya abadi dalam pikiran dan ingatan. Ia sama sekali tidak sejalan
dengan cinta diri, sikap hedonisdan yang ditawan oleh keglamoran dan daya tarik
benda-benda materi.
· Kontradiksi
antara dunia dan akhirat
Dunia dan akhirat seakan seperti
dua kutub yang terbentang dan saling berlawanan dan saling tarik-menarik. Siapa
yang memilih salah satu harus menjahui yang satunya. Siapa yang menggemari
dunia dan memilih ikatan-ikatannya, maka secara alami akan membenci akhirat dan
tidak menyukai segala sesuatu yang terkait dengannya.
· Minimum
pemasukan dan maksimum pengeluaran
Zuhud dalam islam ialah
meminimalkan pemasukan dan memaksimalkan pengeluaran[1]. Yakni
menarik sedikit keuntungan material kehidupan disuatu sisi dan menafkahkan sebesar
mungkin pengeluaran di sisi lain.
Ciri manusia ialah semakin besar
kepuasan seseorang akan kesenangan-kesenangan, kenyamanan hidup, dan kekayaan
yang melimpah, makin besar pula kelemahan, kerendahan, sterilitas, dan
kekurangan lainnya. Disisi lain berpantang dari kepuasan alami yang lembut dan
luar biasa meingkatkan dan menyucikan karakter manusia dan menyegarkan serta
memperkuat dua dari seluruh unsur kekuatan tertinggi manusia (pikiran dan
kehendak).
Zuhud merupakan sebuah latihan
dan displin bagi manusia. Khususnya ia merupakan pendidikan bagi jiwa. Melalui
zuhud, jiwa didisiplinknan dengan mengurangi semua tambahan yang berlebihan,
dan sebagai hasilnya cahaya, kepekaan, dan kegesitan, yang dengan enteng
membumbung menembus lelangitan nilai-nilai spiritual. Hal ini melukiskan
hubungan antara zuhud dan spiritualitas. Orang harus memilih diantara dilema
tersebut.
PENUTUP
Dunia dan akhirat seakan sebuah dilema yang
sulit untuk dipilih yang keduanya saling tarik menarik. Menaruh cinta pada
akhirat harus membenci dunia. Memilih akhirat siap sengsara di perjalanan
kehidupan. Maka dalam nahjul balaghah ini memberikan petunjuk bagimana bersikap
kepada keduanya.
Daftar pustaka
Muthahari, Murtadha. 2002. Tema-tema Pokok
Nahjul Balaghah. Jakarta: Al huda
Label: imam Ali as
0 Komentar:
Posting Komentar
assalamualaikum
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda