Asah, Asih dan Asuh
oleh Alee Imron
Lambat kian lembut
asah kehilangan asih
asah pandang asuh
Lusuh adalah musuh
angan menguap bak angin
menguat tapi tak mengait
jerit kian menjerat
penat kian menambat
Amit aku MENGUMPAT
Bait diatas merupakan bias fenomena dalam pendidikan. Mendidik (mengasah)
harus dengan asih. Pendidikan terbaik adalah dengan teladan, perkataan yang
menyentuh adalah yang lembut. Jeritan dan bentakan hanya akan menjadikan anak
semakin keras bahkan semakin bingung dan linglung, slow respon, tulalit, minder
dan yang berbahaya anak akan menjadi semakin brutal dan liar. Karena kekerasan
harus tunduk dengan kekerasan.
Menjadi sulit dan bahkan mustahil apabila mendidik tanpa perasaan
asih. Bahkan yang terjadi adalah pendidik
menyalahkan keaadaan, bukan mencari jalan keluar justru semakin
mempermasalahkan.
Setiap anak memiliki latar belakang yang berbeda. Berbeda pula
permasalahan dan hambatan yang dimiliki dalam belajar. Pemantiknya adalah rasa
cinta seorang guru tanpa membeda-bedakan. Seorang guru harus memiliki cinta
universal, bahwa setiap siswa adalah berharga dan sama. Setiap siswa memiliki
hak dicintai oleh guru. Seorang guru tidak bisa subjektif bahkan pilih kasih
kepada beberapa siswa mungkin karena memandang kedekatan atau karena
sebab-sebab yang lain.
Suatu hal yang tidak disukai oleh siswa adalah seorang guru yang
memuji atau mengunggulkan seorang siswa dari siswa lain. Siswa semakin cemburu
bahkan iri apalagi jika siswa melihat banyak kekurangan yang ada pada siswa
yang diunggulkan.
Lusuh adalah musuh, lusuh kian tak tersentuh. Penampilan fisik siswa
juga menjadi ujian bagi seorang guru untuk menyikapinya secara adil. Tidak jarang
kita melihat seorang siswa memakai pakaian yang kurang layak, dan kurang enak
untuk dipandang. Bisa jadi karena kemampuan ekonomi atau kemampuan untuk
memahami bagaimana berpakaian. Tapi bukanlah alasan untuk membeda-bedakan.
Seorang guru memiliki keinginan dan target yang harus dicapai. Guru
memiliki keinginan kuat supaya siswanya menjadi pribadi tangguh dan unggul
dalam segala kemampuan. Namun, keinginan tersebut harus melihat kemampuan siswa
dan daya dukung lingkungan. Jangan sampai siswa semakin kebingungan karena
target yang begitu tinggi tidak sesuai dengan kondisi. Tidak salah dengan
keinginan yang lebih, namun juga harus disertai dengan menejerial yang teratur
dan terukur. Jangan sampai target tidak pernah terwujud karena sistem yang salah
dan hanya menuruti emosi yang musiman.
Label: pendidikan