Menjamak Sholat Tanpa Halangan
"Menjamak salat tanpa halangan,
boleh atau tidak"?(*)
Ketika itu
Rasulllah melaksanakan solat berjamaah di kota Madinah, tepatnya salat Zuhur
pada permulaan waktunya. Usai melaksanakan salat Zuhur, tiba-tiba beliau
bangkit dan berkata pada para sahabat yang kala itu bermakmum pada beliau:
"Marilah sekarang kita melaksanakan salat Asar". Tanpa banyak
bertanya-tanya lagi, para sahabat yang kala itu salat bermakmum di belakang
Rasulallah langsung berdiri dan melaksanakan perintah dari Rasulallah, mereka
salat Asar secara berjamaah bersama Nabi. Usai menunaikan salat Asarnya,
muncullah pelbagai pertanyaan dan kasak kusuk yang waktu itu salah seorang dari
para sahabat Nabi bertanya langsung pada beliau: "Wahai Baginda
Rasulallah, apa gerangan yang telah terjadi sehingga engkau melakukan salat
Zuhur dan Asar diwaktu Zuhur?
Adakah perubahaan pada waktu menunaikan Ibadah
salat yang telah engkau tetapkan sebelumnya? Menganpa kita menjamak salat Zuhur
dan Asar diwaktu Zuhur? Bukankah salat Asar mempunyai waktu tersendiri yang
pernah engkau sabdakan pada kami?" Rasulallah menjawab: "Tidak, sama
sekali tidak ada perubahan waktu yang pernah saya ajarkan kepada kalian. Namun
aku lakukan yang demikian ini agar ummatku dimasa mendatang kelak dapat
melaksanakan Ibadah salatnya walaupun di tengah-tengah aktivitas serta rutinitas
pekerjaannya di setiap hari". Dalam rirwayat yang lain Rasulallah
bersabda: "Aku lakukan semua ini agar Ibadah salat tidak menjadi beban
pada ummatku dikemudian hari". Dalam riwayat yang lain: " Aku
melakukan ini agar waktu menjadi lapang pada ummatku dalam mencari rezeki di
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Itulah beberapa
sabda dari puluhan sabda Rasulallah dengan berbagai fariasi, jalan serta
ungkapan yang dimuat oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai,
Ibnu Majah, Musnad Ahmad dan lainnya yang dengan jelas serta gamblang
membolehkan kita menjamak salat-salat wajib kita di dalam kesibukan pekerjaan
sehari-hari yang tujuannya memberikan keringanan serta kelonggaran pada umat
islam dalam melakukan Ibadah salat mereka ditengah tengah aktivitasnya.
Waktu itu, saya
berbincang-bincang dengan salah seorang pengemudi taksi yang mengantarkan saya
usai mengajar di salah satu tempat di Jakarta, membuat si pengemudi merasa
sedikit tertegun dan terkesima. Betapa tidak, karena sekarang dia mendapatkan
satu rumusan baru dalam melaksanakan Ibadah solat, yaitu cara yang mudah, simple
dan sederhana mengenai: “Bagaimana cara untuk menjalankan Ibadah solat fardhu
dengan sempurna dan sah, di dalam kesibukan sehari-hari dan padat serta
sempitnya waktu.”
Padahal,
sebelumnya dia beranggapan bahwa seolah-olah solat itu adalah ‘kendala’ atau
rintangan serta beban yang menganggu dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.
Kadangkala, ketika dia mengoperasikan mobil taksinya, dia harus terlambat
mengerjakan solat fardunya, baik itu solat dhohor, ashar, maghrib atau isya,
hingga dia tertinggal dari waktunya, atau mungkin dia tidak sempat
mengerjakannya bahkan meninggalkannya sama sekali.
Pertanyaan demi pertanyaan timbul pada diri saya, bagaimanakah pekerjaan yang
dilakukan oleh rekan-rekan sejawat dengan sopir taksi tadi, apakah mereka
mempunyai problematika yang sama dalam menjalankan Ibadah solat di
tengah-tengah rutinitasnya?
Apakah sopir
angkutan, sopir bis kota, para montir yang sehariannya berada dibengkel-bengkel
bernodakan minyak pelumas yang sulit dibersihkan oleh air wudhu dalam
waktu singkat begitu juga kaum pekerja yang mereka itu adalah mayoritas seperti
kaum buruh, pedagang, petani serta kuli kasar, para pelajar dan mahasiswa,
karyawan dan karyawati apakah mereka mempunyai masalah dalam melaksanakan
salatnya? Para dokter yang kadang-kadang harus bekerja berjam-jam tanpa henti
dalam menangani pasien baik dikamar bedah atau diruang prakteknya.
Apakah petugas
keamanan yang sigap dan siaga tanpa mengenal waktu dan cuaca, kaum selebritis
yang harus ber jam-jam dalam shooting serta persiapannya, juga para
pejabat negara yang sibuk dengan scidule rapat serta
pertemuan-pertemuan. Apahah kesemuanya mengetahui atau tidak bahwa agama Islam
itu adalah agama yang sangat mudah simple dan praktis?
Setiap pengemudi
taksi yang saya ajak bicara, kebanyakan mereka mengeluhkan tentang pelaksanaan
solat ditepat waktu. Dan saya yakin problema ini bukan hanya dimiliki oleh
pengemudi taksi saja.
Coba perhatikan
jika kita mengikuti acara sidang, baik itu di kejaksaan ataupun pengadilan.
Kadangkala waktu persidangan berlarut-larut dan berjalan lamban sehingga para
jaksa atau hakim, terdakwa dan para hadirin yang ada harus ketinggalan dalam
melaksanakan salatnya.
Para olahragawan
atau olahragawati, sebelum kompetisi dimulai mereka harus mengenakan pakaian uniform
yang sudah di tetapkan. Mungkinkah mereka meninggalkan lapangan dengan alasan
akan melaksanakan salat sementara mereka masih disibukkan dengan pertandingan
yang masih dan belum terselesaikan. Itu baru problema mereka, lalu bagaimana
dengan para seporter yang datang memenuhi tribun di glora atau lapangan tepat
pada pukul 14.00 siang misalnya dan mereka tiba dirumahnya tepat pukul 22.00
malam karena transportasi yang susah dan macet disana sini?
Sebagai contoh
adalah para wartawan serta wartawati yang akan meliput suatu berita atau
peristiwa atau mewawancarai pejabat tertentu, mereka pasti akan menyiapkan
segala sesuatu yang berkenaan dengan liputan tersebut dan harus mengosongkan waktunya
sebelum acara itu dimulai tanpa harus melihat jam untuk menunaikan salat.
Sebagai kaum lelaki, pasti dengan mudah mendirikan salat walaupun di mana saja,
baik itu di lapangan terbuka, di dirumah seseorang yang tidak kita kenal bahkan
di pelataran gedung serta tempat-tempat yang dianggap memenuhi syarat dalam
melaksanakan salatnya. Yang jadi pertanyaan adalah: "Apakah
saudari-saudari kita para wartawati dapat melakukannya dengan mudah dan bebas
ditempat-tempat yang saya sebutkan tadi? Bagaimana nasib salat-salat mereka
serta pelaksanaan salatnya?
Menjakmak antara
dua solat sebenarnya dalam agama Islam dibolehkan dalam pelaksanaannya baik itu
disertai adanya sebab-sebab yang membolehkannya atau tidak ada sebab sama
sekali. Dengan kata lain bahwa menjamak antara dua solat bisa dilakukan dengan
adanya kesulitan atau dapat pula dilakukan dengan tidak ada kesulitan. Bahkan
telah beredar hadis-hadis “Mutawatir”(hadist yang diriwayatkan oleh
banyak sahabat) yang menceritakan bahwa Rasulullah saw telah menjamak dua
shalat; antara solat Zuhur dan Ashar, juga antara solat Maghrib dan Isya, baik
dengan jama taqdîm dan atau jama takhîr, dalam keadaan hadir atau
muqiim (tidak bepergian) tanpa ada halangan apapun. Hadis-hadis tersebut telah
diriwayatkan dan diakui (baik secara terperinci atau global) oleh para
Imam mazhab, para penulis kitab hadis,
semua penulis kitab musnad dan sunan, penulis kitab-kitab tafsir dan
kitab-kitab sejarah. Pendapat inipun diakui oleh berbagai aliran serta madzhab
Islam seperti aliran dan madzhab Syiah misalnya yang merupakan guru atau
sesepuh dari madzhab-madzab islam yang ada dan tersebar sekarang ini. Juga
Madzhab Al-Hanafiyyah, Al-Syafiiyah, Al-Malikiyah, Al-Hanbaliyah. Dari
banyaknya hadis-hadis seputar masalah ini yang diriwayatkan oleh mereka, hingga
masalah ini hampir mencapai peringkat “Ijma”.
Allah SWT telah
menyempurnakan agama islam dan telah melengkapi hamba-hamba-Nya yang beriman
dengan berbagai karunia serta nikmat yang dianugerahkan oleh-Nya, diantara
Karunia dan nikmat-Nya adalah diutus-Nya seorang Rasul yang paling mulia
diantara para utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW. Bukan sekedar itu saja bahkan
ia dibekali dengan kitab panduan yaitu kitab suci Al-Qur’an Al-Karim sebagai
kitab pedoman penyempurna kitab-kitab Allah SWT yang pernah diturunkan pada
para Rasul terdahulu. Selain itu Nabi Muhamad SAW dijadikan sebagai Nabi dan
Rasul penutup dan penyempurna dari sekian banyak ajaran para Nabi dan Rasul
yang pernah diutus dalam misi menyampaikan ajaran Ilahi.
Agama Islam
adalah agama yang simple, mudah, praktis, dan fleksibel dalam
mengantisipasi setiap perubahan serta tuntutan zaman hingga akhir masa kelak.
Betapa tidak, Allah SWT banyak sekali memberikan kemudahan-kemudahan pada
aturan, tugas serta hukum yang diwajibkan atas setiap hamba-Nya jika
kewajiban dan tugas yang dibebankan oleh Allah SWT dalam kondisi tertentu
sangat menyulitkan atau tak dapat dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah SWT
berfirman:"Dan Kami akan memberikankamu (taufik) kepada jalan yang
mudah"
Dalam Tafsir arti ayat ini ialah: ”Sesungguhnya Kami (Allah) akan memberikan
kamu (Muhammad) syareat yang mempunyai keistimewaan dari ajaran-ajaran
Syareat yang pernah Kami turunkan pada Rasul-Rasul sebelum kamu dengan aturan
yang sangat mudah dan ringan. Sehingga Rasulallah SAW menanggapi ayat- ini
dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam sohihnya:
"Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar
dan mudah" Juga dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh (imam) Ahmad
dalam musnadnya: “Aku diutus dengan membawa agama yang benar dan
mudah”
Imam Ahmad Bin Hanbal dalam Musnadnya meriwayatkan: “Yunus telah
memberitakan kepada kami, Hammâd, yakni Ibnu Zaid memberitakan kepada kami,
dari Zubair, yakni Ibnu Khariyyat, dari Abdullah bin Syaqîq, ia berkata, ‘Pada
suatu hari Ibn Abbas berkhotbah setelah Ashar sampai mata hari tenggelam dan
mulai bermunculan bintang-bintang (malam). Orang-orang yang mulai berkomentar
seraya memanggil-manggilnya, (telah tiba waktu) shalat!!. Di antara orang-orang
tersebut terdapat seseorang dari Bani Tamim dan ia berkata pada Ibnu Abbas yang
kala itu masih menyampaikan pidatonya di atas mimbar: "shalat,
shalat" !! maka (Ibn ‘Abbas) marah dan menjawab protes orang tersebut
seraya berkata: "Apakah Anda hendak mengajari aku Sunnah Nabi? Saya telah
menyaksikan Rasulullah saw menjamak antara Zuhur dan Ashar, antara
Maghrib dan Isya". Abdullah berkata, ‘Saya merasa ada ganjalan atas
(ucapannya Ibn Abbas) tadi, maka saya menemui Abu Hurairah dan saya menanyainya
(tentang dibolehkan menjamak antara solat-solat) lalu dia pun (Abu Hurairah)
membenarkan ucapan Ibnu Abbas tadi dan mengakuinya.
Imam Muslim
dalam telah meriwayatkan dalam Shahih-nya, pada Bab Jama Antara Dua
Shalat Dalam Kondisi Hadir. Ia berkata, “Yahya bin Yahya telah memberitakan
kepada kami, ia berkata, ‘Malik dari Abiz Zubair, dari Sa`îd bin Zubair, dari
Ibn Abbas, ia berkata, ‘Nabi saw shalat Zuhur dan Ashar bersamaan, Maghrib dan
Isya bersamaan, tidak dalam ketakutan dan tidak pula dalam safar
Abu Dâwud
Ath-Thayâlisî meriwayatkan dalam Musnad-nya, dia berkata, Habîb dari Amr bin
Haram memberitahukan kepada kami, dari Sa`îd bin Jubair: "Sesungguhnya Ibn
Abbas telah menjamak antara Zuhur dan Ashar karena suatu kesibukan dan
ia berargumen bahwa ia pernah shalat Zuhur dan Ashar secara bersamaan bersama
Rasulullah Saw di Madinah".
Dalam bedah buku
"Menjamak salat tanpa halangan, boleh atau tidak?"(Sebagai
informasi; Buku ini termasuk buku 'Best Seller' serta telah beredar di
toko-toko buku. Memaparkan secara lengkap dan gamblang teori ini, dilengkapi
dengan dalil-dalil kuat lintas madzhab serta fatwa-fatwa ulama terdahulu hingga
masa kini) Salah seorang yang hadir bertanya: "Apakah itu tidak termasuk
mengentengkan salat? Karena yang kita ketahui bahwa setiap salat mempunyai
waktu tersendiri, sedangkan menjamak salat tanpa halangan yang jelas
seolah-olah (menunaikan salat dhohor diwaktu ashar atau mengerjakan salat Asar
diwaktu dhohor) adalah termasuk mengentengkan salat dan hanya mementingkan atau
mendahulukan urusan duniawi dibandingkan urusan ukhrawi?. Saya
jawab: "Sebaiknya anda membaca istighfar, karena masalah ini bukan
membahas mengenai afdholiah (yang lebih utama), namun yang dibahas
adalah “boleh dan tidaknya”. Mengapa saya katakan anda harus ber istighfar?
Karena Rasulallah sendiri sebagai sosok yang harus kita
panuti serta suri tauladan bagi kita semua beliau melakukannya. Apakah
anda menganggap bahwa perbuatan Rasulallah SAW termasuk mengentengkan agama
sedangkan dia adalah manusia yang paling taqwa disisi Allah SWT? Dalam madzab
islam manapun para ulama sepakat bahwa "Salat itu lebih afdhol
(utama) jika dilakukan sesuai waktunya. Namun Rasulallah melakukan menjamak bukan
mengentengkan salat akan tetapi beliau menjelaskan: "Kulakukan semua ini
agar ummatku tidak merasa berat dalam melaksanakan salatnya ditengah rutinitas
mereka sehari-hari" Dalam ucapan yang lain: "Agar salat tidak
membebani mereka" Dalam sabdanya yang lain: "Agar ummatku mempunyai
keleluasaan waktu dalam bekerja"
Dalam kitab Fatawa mu’ashirah oleh Dr.Yusuf Ghordowy
(salah seorang pemuka agama islam yang paling alim dan terkemuka di Mesir dan
kini berdomisili di Negara Qatar) ketika ditanyakan pada beliau mengenai:
“Apakah boleh menjamak antara dhohor dan ashar karena akan menghadiri upacara,
resepsi atau seremonial yang acaranya dimulai setelah dhohor hingga maghrib?. Beliau menjawab:
“Para ulama HaNabilah (madzhab hambali) membolehkan bagi kaum muslimin
atau muslimat menjamak antara solat dhohor dan ashar. Juga antara sholat
maghrib dan isya pada waktu-waktu tertentu yang disebabkan oleh uzur. Dan ini
adalah kemudahan (keringanan) yang sangat besar (manfaatnya). Dalilnya adalah
Rasulallah pernah menjamak (dua sholat) tanpa ada alasan uzur dan safar. Ketika
ibnu Abbas ditanya: ”Apa yang menyebabkan Rasulallah melakukan hal itu?” Dia
menjawab: ”Rasulallah menginginkan agar (solat) tidak menjadi beban pada
ummatnya kelak”.
Lalu DR. Yusuf Ghordowy dalam fatwanya melanjutkan: “Jika pada suata saat,
ternyata kita merasa sulit mengerjakan solat-solat wajib tepat waktu, maka
boleh saja solat tersebut di jamak”. Kemudian beliau memberikan contoh-contoh:
“Seperti polisi lalu lintas yang bertugas sebelum waktu maghrib hingga sesudah
isya, maka dibolehkan bagi dia menjamak solat maghrib dan isyanya”. Lalu beliau
menutup ucapannya: ”Demikianlah, dan barang siapa yang mendapatkan kesulitan
solat pada waktunya, maka dibolehkan bagi mereka agar menjamak solatnya- Wallahu
a’lam”
Ibnu Hajar dalam
syarah Al-Bukhary menukil: “Sebagian Ulama membolehkan menjamak sholat diwaktu
sakit, dan pendapat ini dikuatkan (disetujui) oleh Imam Nawawy”. juga pendapat
Ahmad (bin Hanbal) dan Isha begitu pula pendapat sebagian dari ulama madzhab
Syafi’i yang mengkiaskan sakit dengan musafir. Sebagaimana Allah SWT telah
memberikan keringanan pada sakit dan musafir ketika keduanya dibolehkan berbuka
puasa dan menggunakan fasilitas tayammum”.
Dalam kitab
"Ainy Fi ‘Umdah Al-Qary" berkata ‘Iyadh: “Menjamak antara
solat yang dapat dijama terkadang hukumnya “Sunnah” dan terkadang
hukumnya “Rukhshoh”. Adapun Sunnahnya ketika menjamak di ‘Arafah dan
Muzdalifah (buat yang tengah menunaikan Ibadah haji), adapun yang rukhsoh yaitu
mereka yang menjamak solatnya dalam kondisi musafir, sakit dan hujan”. Bebitu
pula buat mereka yang menyusui bayi”
Ibnu Tai miyah
berkata: “Madzhab Ahmad (bin Hanbal) membolehkan menjamak antara dua shalat
jika sibuk bekerja seperti telah diriwayatkan oleh al-Nasai. Lalu dia
melanjutkan: “Dibolehkan pula menjamak (antara dua shalat) untuk para juru
masak (ketering dan sejenisnya) serta para pembuat roti (makanan pokok-pen) dan
sejenisnya, dikhawatirkan waktu (solat-solatnya) akan membuat usahanya tidak
terkendali dan rusak. Juga bagi mereka yang jika tidak menjamak solat-solatnya,
maka usaha atau pekerjaannya akan menjadi gagal dan terlantar (maka dibolehkan
bagi mereka menjamak solat-solatnya-pen). Termasuk dalam koridor ini yaitu kaum
pekerja serta para buruh dan petani yang disibukkan dalam mengatur irigasi bagi
perkebunan dan sawahnya”.
Buku ini "Menjamak
salat tanpa halangan, boleh atau tidak?"sengaja sasa luncurkan, agar
mereka yang merasa disibukkan oleh kegiatan dalam menjalankan tugas serta
kewajiban sehari-hari dan mereka adalah mayoritas, tetap dapat menunaikan
kewajiban salat walaupun ditengah-tengah kesibukan mereka. Karena agama Islam
memerintahkan kita untuk banyak berusaha dan bekerja.
Sesungguhnya
Allah SWT memberikan kesempatan yang sama pada seluruh manusia. Baik yang
beragama Islam ataupun selainnya, dengan catatan: "Siapa yang banyak
berkerja, maka dia akan banyak pula menghasilkan”. Disamping itu Allah SWT
memberikan banyak keringanan dalam Syariat-Nya pada setiap perintah yang
menyulitkan dalam pelaksanaannya. Allah SWT pasti akan memberikan way out,
solusi serta jalan-jalan alternatif dan kemudahan pada segenap hamba-Nya. Karna
hanya Dialah yang sangat mangetahui pada kemampuan mahluk-Nya, Pengasih pada
seluruh ciptaan-Nya dan Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya.
Wassalamualaikum
(*) Judul Buku: "Menjamak
salat tanpa halangan, boleh atau tidak"?Penerbit: Lentera.Cetakan
ke Empat: Mai 2006.
Karya: Alwi Husein, Lc. Alumni
Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Cairo.
0 Komentar:
Posting Komentar
assalamualaikum
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda