Senin, 09 April 2018

Ayah... Mengapa Kau Sebut Aku Bodoh?



Ayah, Mengapa Kau Sebut Aku Bodoh?
Ayah, mengapa kau sebut aku bodoh?
Ayah, .... aku teledor
Aku belum bisa, aku butuh belajar
Kenapa kau tega?
Ajari aku dengan bahasa sayangmu!
Hatiku serpihan hatimu.
Ku maafkan, mungkin engkau teralalu penat dengan bebanmu.

Gubahan puisi tersebut mungkin sedikit berkaitan dengan seseorang yang akan saya ceritakan. Demi menjaga nama baik nama saya samarkan.
Zahira, seorang siswa cerdas, berwawasan luas, kritis,  peduli terhadap lingkungan dan orang lain. Dia selalu up to date berita-berita  yang mungkin menurut saya kemampuannya mendahului usianya. Zahira seorang yang memiliki keahlian dalam mendesign baju.
Namun disisi lain dia egois, mau menangnya sendiri, mudah tersinggung dan tempramen. Zahira sering bertengkar, baik dengan teman perempuan maupun dengan teman laiki-laki hanya karena masalah persoalan kecil. Zahira mudah menangis, dengan ekspresi menyimpan kekecewaan. Tidak jarang Zahira dijauhi oleh beberapa teman karena memang malas untuk adu argumen sama Zahira.
Siang itu, kucoba pangil Zahira. Sedikit berbincang ditangga sekolah sembari menungu makan siang. Sedikit aku basa basi, kamu kayaknya kelihatan agak kurusan. Wah senangnya dia aku bilang kurus, memang benar gemuk membuat sedikit tidak nyaman buat sebagian orang padahal gemuk adalah anugrah. Basa basi kami berlanjut kemana mana.

Hingga kau memuji Zahira, Zahira kau anak yang cerdas, kritis, tangkas, tanggap dan wawasanmu juga luas, bahkan buat bapak kemampuanmu melebihi teman-teman seusiamu. Bapak yakin kamu bakalan jadi orang hebat. Kau mempunyai ibu yang hebat dan ayah yang hebat. Pasti kamu jadi orang hebat.
Dengan mata sedikit berbinar Zahira menjawab “enggak, aku nggak cerdas, aku bodoh”
“Loh siapa bilang? kamu cerdas, kamu hebat.”
Zahira menggelengkan kepala.
Aku pertegas lagi pernyataanku. “Kamu aktif dikelas, mudah menerima pelajaran.
“enggak, aku bodo” timpalnya.
Siapa bilang?
Dengan merunduk dan air mata berlinang sembari menutup wajahnya “Abi,... Abi bilang aku bodoh”
Mak jleb, kata bodoh dari seorang ayah menjadi virus yang sangat mematikan bagi jiwa Zahira. Ketemu jawabannya. Mengapa dia pencemburu dan merasa dibandingkan, kalau sedang menangis tatapan matanya seakan menyampaikan ratapan kekecewaan.
Enggak nak, abimu mungkin sedang capek hingga tidak mengontrol emosinya. Percayalah kasih sayang seorang ayah kepada putrinya 2 kali lebih besar dari anak laki-lakinya. Ayah akan lebih cerewet kepada putrinya. Perasaan khawatir seorang ayah kepada putrinya lebih besar ketimbang kepada anak laki-lakinya.
“terimakasih bapak”
Iya sama sama.
Sedari itu zahira terlihat lebih mudah tersenyum dan sedikit mulai timbul respect kepada orang lain. Sudah kelihatan mulai bermain bersama dan makan bareng bersama teman-temanya.










Label:

2 Komentar:

Pada 10 April 2018 pukul 14.58 , Blogger Darul Quran Indonesia mengatakan...

Mantap...termotivasi untuk selalu bisa mengerti perasaan anak didik kita👍

 
Pada 10 April 2018 pukul 20.43 , Blogger Unknown mengatakan...

Sebab anak seperti kertas putih,coretan apapun yg digoreskan diatasnya akan sllu membekas pd si anak

 

Posting Komentar

assalamualaikum

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda