Ayah... Mengapa Kau Sebut Aku Bodoh?
Ayah,
Mengapa Kau Sebut Aku Bodoh?
Ayah, mengapa kau sebut aku bodoh?
Ayah, .... aku teledor
Aku belum bisa, aku butuh belajar
Kenapa kau tega?
Ajari aku dengan bahasa sayangmu!
Hatiku serpihan hatimu.
Ku maafkan, mungkin engkau teralalu penat dengan bebanmu.
Gubahan
puisi tersebut mungkin sedikit berkaitan dengan seseorang yang akan saya
ceritakan. Demi menjaga nama baik nama saya samarkan.
Zahira, seorang siswa cerdas, berwawasan luas, kritis, peduli terhadap lingkungan dan orang lain. Dia selalu up to date
berita-berita yang mungkin menurut saya
kemampuannya mendahului usianya. Zahira seorang yang memiliki keahlian dalam
mendesign baju.
Namun disisi lain dia egois, mau menangnya
sendiri, mudah tersinggung dan tempramen. Zahira sering bertengkar, baik dengan
teman perempuan maupun dengan teman laiki-laki hanya karena masalah persoalan kecil. Zahira
mudah menangis, dengan ekspresi menyimpan kekecewaan. Tidak jarang Zahira
dijauhi oleh beberapa teman karena memang malas untuk adu argumen sama Zahira.
Siang itu, kucoba pangil Zahira. Sedikit
berbincang ditangga sekolah sembari menungu makan siang. Sedikit aku basa basi,
kamu kayaknya kelihatan agak kurusan. Wah senangnya dia aku bilang kurus,
memang benar gemuk membuat sedikit tidak nyaman buat sebagian orang padahal
gemuk adalah anugrah. Basa basi kami berlanjut kemana mana.
Hingga kau memuji Zahira, Zahira kau anak yang
cerdas, kritis, tangkas, tanggap dan wawasanmu juga luas, bahkan buat bapak
kemampuanmu melebihi teman-teman seusiamu. Bapak yakin kamu bakalan jadi orang
hebat. Kau mempunyai ibu yang hebat dan ayah yang hebat. Pasti kamu jadi orang
hebat.
Dengan mata sedikit berbinar Zahira menjawab
“enggak, aku nggak cerdas, aku bodoh”
“Loh siapa bilang? kamu cerdas, kamu hebat.”
Zahira menggelengkan kepala.
Aku pertegas lagi pernyataanku. “Kamu aktif
dikelas, mudah menerima pelajaran.
“enggak, aku bodo” timpalnya.
Siapa bilang?
Dengan merunduk dan air mata berlinang sembari
menutup wajahnya “Abi,... Abi bilang aku bodoh”
Mak jleb, kata bodoh dari seorang ayah menjadi
virus yang sangat mematikan bagi jiwa Zahira. Ketemu jawabannya. Mengapa dia
pencemburu dan merasa dibandingkan, kalau sedang menangis tatapan matanya
seakan menyampaikan ratapan kekecewaan.
Enggak nak, abimu mungkin sedang capek hingga
tidak mengontrol emosinya. Percayalah kasih sayang seorang ayah kepada putrinya
2 kali lebih besar dari anak laki-lakinya. Ayah akan lebih cerewet kepada
putrinya. Perasaan khawatir seorang ayah kepada putrinya lebih besar ketimbang
kepada anak laki-lakinya.
“terimakasih bapak”
Iya sama sama.
Sedari itu zahira terlihat lebih mudah tersenyum
dan sedikit mulai timbul respect kepada orang lain. Sudah kelihatan
mulai bermain bersama dan makan bareng bersama teman-temanya.
Label: pendidikan
2 Komentar:
Mantap...termotivasi untuk selalu bisa mengerti perasaan anak didik kita👍
Sebab anak seperti kertas putih,coretan apapun yg digoreskan diatasnya akan sllu membekas pd si anak
Posting Komentar
assalamualaikum
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda